Selasa, 26 Februari 2013

MAKALAH PENTINGNYA PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN DI WILAYAH TERPENCIL



PENTINGNYA PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN DI WILAYAH TERPENCIL

A.  PENDAHULUAN
Era Globalisasi merupakan era perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan manusia. Perubahan terjadi begitu cepat di era globalisasi ini. Terjadinya era globalisasi memberikan dampak ganda. Dampak itu bisa menguntungkan maupun merugikan. Dampak yang menguntungkan adalah di dalam era globalisasi diberikan kesempatan kerjasama yang seluas-luasnya kepada negara-negara asing. Namun jika kita tidak mampu bersaing dengan mereka, maka konsekuensinya akan merugikan bangsa kita. Mereka yang mampu bersaing adalah seseorang yang benar-benar telah mampu untuk menempatan dirinya pada zaman modern. Hal itu bisa ditentukan pada kualitas pendidikan yang dimiliki. Bangsa yang berkualitas pada tingkat pendidikan akan mampu mampu membawa bangsanya untuk menjadi sosok yang lebih baik dimasa mendatang.
Di sisi lain, rendahnya minat baca masyarakat yang menjadi salah satu tolak ukur kualitas pendidikan seolah tidak kunjung ditemukan penyebab pastinya. Terlebih lagi di daerah yang terpencil sebagian besar penduduknya masih kurang mempedulikan pendidikan. Mereka cenderung menganggap pendidikan sebagai sesuatu yang tidak penting untuk dilestarikan. Mereka merasa lebih mengutamakan pernikahan di usia dini yang dianggap lebih berguna. Hal ini terjadi karena bermacam-macam faktor. Antara lain kurangnya akses pendidikan dan sulitnya menjangkau informasi global. Yang lebih memprihatinkan lagi tingkat buta aksara di Indonesia belum sepenuhnya bisa diatasi. Hingga saat ini jumlah penduduk yang tidak bisa baca tulis mencapai  6,7 juta  . Sebagian besar dari mereka berasal dari wilayah terpencil  ( 6,7 jiwa penduduk Indonesia : 2012 ).
Wilayah Terpencil merupakan wilayah yang sulit dalam berbagai aspek, dalam hal ini wilayah terpencil bisa juga didefinisikan sebagai wilayah yang masih jauh dari pelayanan umum, harga kebutuhan pokok yang sangat mahal, sarana komunikasi yang kurang memadai dan sebagaian penduduknya masih kurang memperhatikan kemakmuran hidup. Akibatnya, tingkat kualitas hidup menurun dan  kondisi untuk meningkatkan mutu pendidikan mengalami kesulitan. Karena hal ini perpustakaan hadir dikalangan masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, dengan harapan bisa merubah pola pikir dan peningkatan mutu pendidikan. Karena di antara penduduk yang kurang mempunyai minat untuk meningkatkan kualitas pendidikannya, ada pula sebagian masyarakat yang sebenarnya ingin meningkatkan mutu pendidikan. Khususnya bagi mereka yang menduduki sekolah formal di wilayah terpencil. Fasilitas ada namun belum sepenuhnya mendukung. Faktor ini membuat mereka membutuhkan asupan untuk meningkatkan kualitas pendidikan mereka.
Dalam permasalahan ini, perpustakaan mengambil peran yang begitu penting. Perpustakaan mampu menjadi akses yang berkualitas dalam mengembangkan pendidikan diluar pendidikan formal. Pendidikan yang berkualitas akan dapat diandalkan dalam persaingan di era globalisasi. Namun, kesadaran pribadi akan hal ini nampaknya sangat kurang, terutama dikalanngan nonakademis. Hingga saat ini kondisi perpustakaan masih sangat dipertanyakan. Di kota besar pun masih banyak perpustakaan yang kondisinya kurang memprihatinkan. Bukan hanya dalam segi fasilitas, namun juga minimnya jumlah pengunjung.  Seperti yang diungkapkankan oleh Kepala Kantor Perpustakaan Umum Daerah DKI, bahwa jumlah pengunjung di perpustakaan umum daerah DKI Jakarta hanya sekitar 200 orang per hari. Sangat berbanding terbalik dengan kondisi perpustakaan di Beijing yang menerima kunjungan hingga 10 ribu orang setiap harinya. Sementara itu, kondisi perpustakaan di daerah terpencil bukan hanya dari segi jumlah pengunjung yang kurang, namun masih banyak dijumpai fasilitas dan kondisi yang tidak layak. Bahkan pada tahun 2012 ini dari 497 kabupaten maupun kota masih tercatat sekitar 30 daerah yang belum mempunyai perpustakaan.
Sejauh ini pemerintah telah banyak melakukan upaya untuk membangkitkan dan mengembangkan peran perpustakaan guna merangsang minat baca masyarakat. Menurut Kepala Perpustakaan Nasional usaha itu telah dilakukan melalui penunjukan duta baca maupun sosialisasi kelililing tentang pentingnya budaya membaca hingga di berbagi wilayah. Diharapkan dalam kedepannya pemerintah lebih bisa menjadikan perpustakaan sebagai wadah yang berkualitas dalam menggali ilmu. Sehingga masyarakat nonakademik yang tinggal di daerah terpencil bisa mulai menyadari pentingnya budaya membaca dalam peningkatan kualitas pendidikan.
Rumusan masalah dari latar belakang tersebut adalah (1) Bagaimanakah peran perpustakaan dalam meningkatkan kualitas pendidikan? (2) Bagaimanakah peran pemerintah dalam mengembangkan perpustakaann di wilayah terpencil? (3) Apasajakah hambatan dalam pengembangan perpustakaaan di wilayah terpencil? (4) Bagaimanakah solusi untuk mengatasi hambatan pengadaan perpustakaan di wilayah terpencil?.
Berdasarkan rumusan masalah yang akan dikaji, penulisan ini bertujuan antara lain untuk mengetahui gambaran umum perkembangan minat baca masyarakat di daerah terpencil dan upaya pemerintah dalam mengembangkan perpustakaan di daerah terpencil. Selain itu, manfaat yang ingin diperoleh adalah memberikan pengetahuan kepada masyarakat akan pentingnya mengembangkan minat baca dalam pemanfaatan perpustakaan, sebagai evaluasi bagi pemerintah dalam pengembangan perpustakaan, khususnya di daerah terpencil, serta sebagai referensi untuk penulisan sejenis lainnya pada masa yang akan datang.

B. PEMBAHASAN
1.      Peran Perpustakaan Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan
 Perpustakaan diartikan sebuah ruangan atau gedung yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu yang digunakan pembaca bukan untuk dijual ( Sulistyo, Basuki ; 1991 ). Ada dua unsur utama dalam perpustakaan, yaitu buku dan ruangan. Namun, di zaman sekarang, koleksi sebuah perpustakaan tidak hanya terbatas berupa buku-buku, tetapi bisa berupa film, slide, atau lainnya, yang dapat diterima di perpustakaan sebagai sumber informasi. Kemudian semua sumber informasi itu diorganisir, disusun teratur, sehingga ketika kita membutuhkan suatu informasi, kita dengan mudah dapat menemukannya.
Setiap perpustakaan dapat mempertahankan eksistensinya apabila dapat menjalankan peranannya. Secara umum peran – peran yang dapat dilakukan adalah :
a)      Menjadi media antara pemakai dengan koleksi sebagai sumber informasi pengetahuan.
Perkembangan era globalisasi ini informasi sangatlah memegang peranan penting dalam kehidupan. Teknologi yang serba canggih menuntut para pemakai informasi mampu mengikuti sesuai perkembangan yang ada. Perpustakaan sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang informasi harus mampu menyesuaikan dan mampu menyediakan bagi para pemakainya. Penyediaan bahan informasi baik berupa buku maupun non buku. Informasi yang berupa buku misalnya, ensiklopedi, buku non fiksi, fiksi, directory, maupun kamus. Sedangkan bahan informasi yang non buku misalnya, mikrofis, film, CD- room, kaset. Kemajuan teknologi yang ada sekarang ini dapat dijadikan sebagai suatu koleksi non buku yaitu fasilitas internet. Fasilitas internet ini sangatlah mempermudah para pencari  informasi. Dengan internet seseorang  bisa berwisata ke ujung dunia sekalipun.
Perpustakaan yang didukung dengan  fasilitas internet mampu menjadi daya tarik begi perpustakaan tersebut. Ini juga membuat pengunjung tidak tertinggal dalam perkembangan informasi yang ada. Penyediaan koleksi buku juga diperlukan dalam penyediaan informasi, dalam pengadaannya pun harus sesuai dengan kebutuhan dan selera para pemakai perpustakaan tersebut. Suatu perpustakaan dikatakan berhasil apabila dapat dilihat dari jumlah pengunjung, jumlah koleksi,  maupun jumlah koleksi yang dipinjam. Perpustakaan yang mampu menjadi sarana belajar bagi pengunjung akan memiliki daya guna yang tinggi, sehingga mampu berperan dalam proses pendidikan.
b)      Menjadi lembaga pengembangan minat dan budaya membaca.
Budaya baca adalah Suatu sikap dan tindakan/perbuatan untuk membaca yang dilakukan secara teratur dan berkelanjutan (Sutarno,2006:27). Pembinaan  minat baca yang  dilakukan sejak dini, akan berkelanjutan sampai  dewasa dan menjadi suatu kebutuhan tersendiri. Pada masyarakat Indonesia kebiasaan membaca belum menjadi budaya seperti diluar negeri. Masyarakat Indonesia lebih suka mendengarkan daripada  membaca. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi perpustakaan dalam meningkatkan budaya baca. Budaya baca perlu diupaya  dalam menuju masyarakat gemar membaca.
c)      Sebagai katalisator perubahan budaya.
Perubahan perilaku masyarakat pada hakikatnya adalah perubahan budaya masyarakat. Perpustakaan Umum merupakan tempat strategis untuk mempromosikan segala perilaku yang meningkatkan produktifitas masyarakat. Individu komunitas yang berpengetahuan akan membentuk kelompok komunitas berpengatahuan. Perubahan pada tingkat individu akan membawa perubahan pada tingkat masyarakat.
d)     Mengembangkan komunikasi antara pemakai.
Dengan adanya komunikasi antara pengunjung perpustakaan terkait sumber materi yang dibutuhkan pengunjung, secara tidak langsung akan terjadi kolaborasi, pertukaran pengetahuan maupun komunikasi ilmiah lainnya.
e)      Motivator, mediator dan fasilitator bagi pengunjung dalam usaha mencari, memanfaatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan pengalaman.

2.      Peran Pemerintah Dalam Mengembangkan Perpustakaann Di Wilayah Terpencil
Keberadaan perpustakaan merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam mendorong masyarakat untuk dapat meningkatkan minat baca dan kesadaran akan pentingnya proses pembelajaran. Oleh karena itu, pada tahun 2007 pemerintah telah menetapkan undang-undang mengenai perpustakaan dan segala aspek yang berkaitan dengan pemanfaatan fasilitas pelayanan perpustakaan terhadap peningkatan minat baca masyarakat, dan menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata di seluruh pelosok tanah air serta memfasilitasi penyelenggaraan perpustakaan di daerah. Sesuai dengan isi undang-undang di atas, pemerintah mempunyai kewajiban untuk menjadikan perpustakaan sebagai manifestasi dari asas penyelenggaraan perpustakaan di Indonesia yaitu pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan. Disamping itu ketentuan ini akan turut membantu pemerintah dalam menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata di seluruh wilayah tanah air.
Pemerintah di dalam penetapannya mengenai undang-undang tentang perpustakaan menyatakan bahwa masyarakat mempunyai hak yang sama untuk memperoleh layanan serta memanfaatkan dan mendayagunakan fasilitas perpustakaan, mengusulkan keanggotaan Dewan Perpustakaan, mendirikan dan menyelenggarakan perpustakaan serta berperan dalam pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan perpustakaan, yang pada akhirnya masyarakat di daerah terpencil, terisolasi, atau terbelakang sebagai akibat faktor geografis sekalipun berhak memperoleh layanan perpustakaan secara khusus.
Sejauh ini perpustakaan memang telah mengalami perkembangan dalam hal pembangunannya. Terbukti banyak perpustakaan di wilayah perkotaan telah dapat dinikmati masyarakat secara baik, terlihat pada pembangunan perpustakaan di sekolah, dan perpustakaan umum di masyarakat umum. Berbeda dengan kondisi perpustakaan yang jauh dari keramaian. Terlebih lagi di wilayah terpencil. Meskipun telah banyak diupayakan adanya pembangunan perpustakaan di wilayah terpecil, namun hingga saat ini perubahannya masih jauh dari kata sempurna. Menurut lokasinya wilayah Terpencil merupakan wilayah yang sulit dalam berbagai aspek. Masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil cenderung lebih memilih untuk langsung bekerja, dibandingkan harus menimba ilmu di bangku sekolah. Hal tersebut juga menyebabkan budaya membaca di wilayah terpencil semakin berkurang. Maka diperlukan peranan pemerintah dalam membangun dan mengelola perpustakaan umum sebagai sarana untuk masyarakat di wilayah terpencil yang ingin menikmati pentingnya menimba ilmu melalui membaca buku.
Adapun peranan pemerintah dalam mengembangkan perpustakaan di wilayah terpencil secara lebih terinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
a)      Menetapkan kebijakan nasional dalam pembinaan dan pengembangan semua jenis perpustakaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b)      Mengatur, mengawasi, dan mengevaluasi penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c)      Melakukan penyuluhan ke daerah – daerah yang dianggap terpencil. Pada penyuluhan tersebut, diberikan informasi tentang pentingnya budaya membaca di semua kalangan masyarakat.
d)     Mewujudkan masyarakat yang cinta membaca, maka diperlukan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat sehingga tercipta perpustakaan sebagai sumber belajar bagi masyarakat.
e)      Memberikan anggaran terhadap pembangunan perpustakaan didaerah terpencil. Sehingga perpustakaan dapat berkembang tanpa terhambat masalah dana. Karena masalah yang menghambat berkembangnya perpustakaan sampai sekarang ini ialah kurangnya dana yang dimiliki oleh perpustakaan dan sedikitnya subsidi yang diberikan oleh pemerintah.
f)       Menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat.
g)      Membina dan mengembangkan kompetensi, profesionalitas pustakawan, dan tenaga teknis perpustakaan.
Dengan adanya berbagai peranan tersebut diharapkan pemerintah mampu menempatkan posisinya secara baik dan maksimal. Sehingga hak masyarakat akn kebutuhan membaca dan meningkatkan kualitas pendidikan bisa terwujud. Serta mampu menyetarakan fasilitas akan perpustakaan tanpa melihat kondisi geografis.
3.      Apasajakah hambatan dalam pengembangan perpustakaaan di wilayah terpencil?
Dalam prosesnya mengembangkan perpustakaan, pemerintah mengalami berbagai hambatan yang bisa menjadikan ancaman dan tantangan bagi perpustakaan. Hambatan itu bisa berasal dari luar maupun dari perpustakaan. Di antaranya adalah :
a)      Kurangnya peraturan dan perundang-undangan, ketatalaksanaan bidang perpustakaan.
Regulasi pemerintah terhadap kebebasan akses informasi merupakan langkah percepatan proses reformasi. Permasalahan yang ada adalah kebijakan dan regulasi di bidang perpustakaan sebagai salah satu lembaga informasi yang paling demokratis masih belum maksimal. Pengaturan kelembagaan perpustakaan serta perangkat hukum yang mengikat perlu dikembangkan dan ditingkatkan. Percepatan pembentukan Undang-undang Sistem Nasional Perpustakaan perlu diupayakan sebagai legalitas dan amanat dalam pengembangan kelembagaan perpustakaan.
Salah satu penyebab timbulnya perubahan yang sangat mendasar adalah adanya penerapan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah beserta Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Pengaruh diberlakukannya Undang-undang tersebut membawa dampak signifikan, khususnya terhadap status kelembagaan perpustakaan di daerah. Sampai saat ini belum adanya regulasi dalam pemantapan kelembagaan Perpustakaan Daerah, Kabupaten/Kota. Di samping itu, Undang-undang tersebut juga akan mendasari kebijakan pemerintah pusat sehingga rencana dan program berada pada daerah masing-masing. Dalam konteks inilah diperlukan kebijakan dan regulasi pemerintah dalam memberikan arah dalam pengembangan perpustakaan dengan konteks otonomi daerah.
b)      Minimnya Sumber-sumber bahan bacaan.
Dalam mewujudkan masyarakat belajar, ketersediaan sumber bacaan dalam pemenuhan kebutuhan informasi dan ilmu pengetahuan merupakan indikator terpenting. Sejak Indonesia dilanda krisis multidimensi, penerbitan buku nasional mengalami kemunduran signifikan. Rata-rata penerbitan buku dalam setahun hanya mencapai 2.500-3.000 judul. Permasalahan ini semakin meruncing ketika sebagian penerbit nasional  gulung tikar. Disamping itu rendahnya penghargaan masyarakat dan pemerintah terhadap penulis juga berpengaruh terhadap rendahnya kreatifitas penulis dalam menciptakan dan menerbitkan karya baru. Dalam pada itu, penyebaran buku sebagai sumber informasi masyarakat menjadi tidak merata sehingga jurang perolehan sumber informasi semakin meningkat. Keterbatasan sarana bacaan dan ketidakmampuan masyarakat dalam memperoleh buku bacaan bermutu menjadi masalah utama yang merupakan dampak mahalnya buku-buku bacaan dan rendahnya daya beli masyarakat. 
c)      Rendahnya budaya baca masyarakat di wilayah terpencil.
Budaya baca masyarakat Indonesia masih tergolong kategori rendah. Membaca yang merupakan unsur penting dalam pendidikan serta sebagai suatu pilihan dan kebutuhan dalam transformasi nilai, belum menempatkan posisi yang menguntungkan sebagai suatu budaya kolektif masyarakat. Potensi bangsa Indonesia sangat besar apabila ditinjau dari jumlah penduduknya yang lebih kurang 203 juta jiwa. Seharusnya Bangsa Indonesia memiliki peranan dalam kancah persaingan global. Fakta tentang hal ini diperkuat oleh United Nations Development Program pada tahun 2003 yang melaporkan bahwa Human Development Index Indonesia masih tergolong rendah, yaitu berada pada peringkat 112 dari 175 negara. Terlebih lagi banyaknya pandangan bahwa membaca hanya akan membuang-buang waktu. Persepsi ini cenderung muncul dalam pemikirin masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil. Berbagai faktor yang menyebabkan budaya membaca menjadi sangat rendah. Salah satunya adalah masih dominannya budaya tutur daripada budaya baca.
d)     Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan perpustakaan.
Pembangunan dan pengembangan perpustakaan telah banyak menghasilkan kemajuan yang berarti. Namun, belum semua lapisan masyarakat memiliki akses ke perpustakaan dan dapat dijangkau oleh layanan perpustakaan. Pembangunan dan pengembangan perpustakaan harus menjadi kebijakan kolektif bangsa Indonesia. Sebab, melihat kondisi dan kemampuan keuangan negara yang sangat terbatas, jika hanya mengandalkan partisipasi pemerintah, maka pengembangan perpustakaan sebagai lembaga informasi rakyat harus menjadi tanggung jawab kolektif antara masyarakat, pemerintah dan dunia usaha lainnya.
e)      Rendahnya respon dan perhatian masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil akan pentingnya mengunjungi perpustakaan
Perpustakaan yang dalam peranannya merupakan suatu tempat yang berfungsi untuk meningkatkan budaya membaca dan pengembangkan proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh bagaimana tanggapan masyarakat terhadap keberadaan perpustakaan. Perpustakaan dianggap mencapai kesuksesannya ketika banyak tanggapan positif dari masyarakat. Namun sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil cenderung menganggap pengembangan kualitas pendidikan merupakan sesuatu yang tidak untuk dipertahankan. Walaupun diantara mereka ada yang mengenyam pendidikan formal dan membutuhkan perpustakaan sebagai pendukung pendidikannya.
Sementara itu ketika perpustakaan telah dibangun di tengah masyarakat dan tidak mendapat tanggapan positif dari masyarakat sekitar, maka perpustakaan itu akan sulit untuk berkembang. Sehingga sangat diperlukan kerjasama dengan masyarakat sekitar dalam pemanfaatan perpustakaan di suatu wialayah.

4.      Bagaimanakah solusi untuk mengatasi hambatan pengadaan perpustakaan di wilayah terpencil?
Dengan berbagai hambatan yang muncul, sebisa mungkin pemerintah untuk mengupayakan solusi yang tepat agar perpustakaan bisa tetap dikembangkan. Langah-langkah tersebut antara lain :
a)      Kebijakan peraturan dan perundang-undangan, ketatalaksanaan bidang perpustakaan.
Pemerintah telah mensahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perpustakaan menjadi Undang-undang. Karena selama ini perpustakaan yang merupakan pilar utama pendidikan belum mendapatkan tempat yang ideal. Selama ini juga kondisi perpustakaan cukup memprihatinkan. Pemerintah berpandangan bahwa selama ini perpustakaan belum dijadikan rujukan sumber informasi. Karena itu, pemerintah menyambut baik disahkannya undang-undang ini. Undang-undang No. 43 Tahun 2007 ini juga sangat sesuai dengan tujuan nasional Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Terdapat 15 Bab dan 57 pasal dalam Undang-undang Perpustakaan  yang akan menjadi  payung hukum ketatalaksanaan sistem perpustakaan nasional
Undang-undang Perpustakaan ini mengamanatkan pembentukan Dewan Pepustakaan yang tugasnya antara lain memberikan pertimbangan, nasihat, dan sarana bagi kebijakan di bidang perpustakaan. Dewan ini juga akan menampung dan menyampaikan aspirasi masyarakat terhadap penyelenggaraan perpustakaan.
b)      Kebijakan Pengembangan Bahan Pustaka dan Layanan Informasi Perpustakaan.
Kebijakan Pengembangan Bahan Pustaka dan Layanan Informasi Perpustakaan dilaksanakan dalam rangka  memberikan seluas-luasnya sumber-sumber bacaan kepada masyarakat dan layanan informasi perpustakaan. Kebijakan ini diimplementasikan melalui beberapa hal, antara lain :
§  Peningkatan jumlah dan jenis bahan pustaka, pada tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan/Desa.
§  Pengembangan jasa layanan perpustakaan dan informasi dengan membangun layanan berbasis Web Site atau Internet serta pengembangan jaringan kerjasama perpustakaan.
§  Pengembangan koleksi Deposit Nasional dengan melaksanakan optimalisasi UU Nomor 4 tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Rekam dan pendayagunaan koleksi tersebut untuk kepentingan masyarakat.
§  Pengembangan koleksi dan pengelolaan bahan pustaka dengan memperbanyak penerbitan jenis literatur sekunder.
§  Pengembangan koleksi perpustakaan melalui pembelian, tukar menukar, alih bentuk dan silang layan.
c)      Kebijakan Pengembangan dan Promosi Budaya Baca Masyarakat dan  Perpustakaan.
Kebijakan untuk mendukung usaha ke arah masyarakat yang gemar membaca oleh Perpustakaan Nasional dan instansi terkait, baik di pada tingkat pusat dan daerah. Membangun budaya baca bagi terwujudnya masyarakat yang demokratis dan kompetitif dalam menghadapi berbagai peluang dan tantangan. Kebijakan ini diimplementasikan melalui:
§  Pemasyarakatan dan promosi perpustakaan dan budaya baca melalui media cetak dan elektronik, penyuluhan dan pameran.
§  Pengkajian dan pengembangan  minat baca dan perpustakaan serta akreditasi pustakawan.
§  Pengembangan budaya baca masyarakat melalui lokakarya nasional, penulisan ilmiah nasional dan aktivitas  ilmiah lainnya.
§  Pemberian penghargaan  kepada pemerhati, kritisi dan penulis masalah pengembangan perpustakaan dan minat baca.
d)     Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk ikut mengambil alih dalam pembangunan perpustakaan
Partisipasi masyarakat merupakan modal utama. Hal ini telah dilakukan oleh beberapa kelompok masyarakat pada sebagian daerah yang secara sukarela dapat membangun perpustakaan masyarakat ataupun jenis perpustakaan lainnya. Rendahnya partisipasi masyarakat disebabkan oleh letak geografis yang luas dan kepulauan serta tingkat ekonomi masyarakat yang relatif rendah. Di samping itu rendahnya minat baca dan informasi belum menjadi kebutuhan dasar sebagian besar masyarakat sehingga secara bersamaan belum mampu mengantisipasi dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui perpustakaan. Jika partisipasi masyarakat bisa ditingkatkan, maka akan sangat mudah pemerintah menjalankan peranannya dalam pembangunan perpustakaan.
e)      Meningkatkan repon dan perhatian masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil tentang pentingnya mengunjungi perpustakaan
Perpustakaan sebagai pusat informasi dan masyarakat yang membutuhkan informasi ibarat dua sisi mata uang yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Hal itu dapat terwujud manakala perpustakaan sudah siap melayani dengan sumber informasi yang memadai. Sementara itu masyarakat mampu dan mau memahami, menghayati serta memaknai pentingnya informasi dalam kesehariannya. Namun di sisi lain masih banyak yang kurang mengetahui fungsi dari perpustakaan. Terlebih lagi bagi mereka yang tinggal di wilayah terpencil. Pengetahuan akan kegunaan dari berdirinya perpustakaan sangat kurang didapatkan. Sehingga diperlukan rangsangan untuk menarik respon dan perhatian masyarakat untuk dating mengunjungi perpustakaan dan memanfaatkannya. Rangsangan itu bisa berupa hal-hal di bawah ini antara lain :
  • Untuk dapat menarik respon masyarakat perlu diawali pemahaman tentang manfaat dan nilai tambah dari suatu perpustakaan.
  • Untuk menjernihkan persepsi masyarakat perlu dikembangkan citra tentang perpustakaan persepsi yang benar bagi semua anggota masyarakat.
  • Perlu diadakan suatu pembinaan untuk beberapa masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah.
  • Untuk mempelancar akses informasi dan komunikasi, maka perlu diadakannya suatu pendekatan antara perpustakaan dan masyarakat.

C. Penutup
1. Kesimpulan
  • Perpustakaan merupakan sarana atau tempat untuk menghimpun berbagai sumber informasi untuk dikoleksi secara terus menerus, diolah dan diproses. Sebagai sarana atau wahana untuk melestarikan hasil budaya manusia melalui aktifitas pemeliharaan dan pengawetan koleksi. Tujuan pendirian perpustakaan untuk menciptakan masyarakat terpelajar dan terdidik, terbiasa membaca, berbudaya tinggi serta mendorong terciptanya pendidikan sepanjang hayat.
  • Dalam mengembangkan keberadaan perpustakaan, pemerintah mengambil peran yang begitu penting. Karena sesuai dengan ketentuan undang-undang, pemerintah mempunyai kewajiban untuk menjadikan perpustakaan sebagai manifestasi dari asas penyelenggaraan perpustakaan di Indonesia yaitu pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan.
  • Pembangunan perpustakaan harus disetarakan di semua wilayah, baik perkotaan maupun wilayah terpencil. Agar bisa terjadi pemerataan layanan perpustakaan secara menyeluruh tanpa membedakan unsur geografis. Selain itu juga diperlukan partisipasi masyarakat sekitar untuk mengembangkan perpustakaan agar bisa dimanfaatkan fungsinya secara maksimal.
2. Saran
  • Pemerintah dapat menggunakan perannya secara maksimal dalam mengembangkan perpustakaan di wilayah terpencil sehingga dapat terwujud perpustakaan sesuai dengan funsinya sebagai fasilitas peningkatan kualitas pendidikan non formal.
  • Pemerintah dan masyarakat dapat bekerja sama dalam hal pengembangan perpustakaan.
  • Perpustakaan berusaha melakukan sosialisasi, publikasi dan promosi terus- menerus agar keberadaannya dikenal, dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat.
  • Perpustakaan berusaha mengembangkan berbagai kegiatan yang melibatkan dan memfasilitasi kepentingan masyarakat, sehingga masyarakat cenderung berkunjung ke perpustakaan. Mereka nantinya akan merasa bahwa perpustakaan adalah milik masyarakat dan untuk mereka pula. Dampaknya perpustakaan menjadi ramai pengunjung dan pemakai.

Daftar Rujukan



Seminar Forum Perpustakaan Sekolah Indonesia, 8 Agustus 2009, Yogyakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional.
Soetarno Ns. 2006. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Sagung Seto.
Basuki, sulistyo. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.